Selamat Datang di Berita Wilayah

'Berita Wilayah' disajikan kepada pembaca untuk memberikan informasi mengenai kondisi ekonomi-sosial wilayah-wilayah di Indonesia. Data statistik yang ditampilkan pada 'Berita Wilayah' ini dapat juga dilihat pada blog saya yang lain 'Ur Data Statistik' di http://www.beritawilayah-gofly2203.blogspot.com
Semoga informasi ini bermafaat untuk semua pembaca

Minggu, 27 Januari 2008

Saving-Investment Gap

Berdasarkan Neraca Arus Dana (Flows of Funds) yang dikompilasi oleh Badan Pusat Statistik (BPS), secara nasional pada tahun 2005 terdapat Saving-Investment Gap (S-I Gap) sebesar Rp 71,9 triliun. Hal ini berarti bahwa terdapat kelebihan saving di dalam negeri sebanyak Rp 71,9 triliun yang belum dapat dimanfaatkan untuk investasi. Kalau semua saving yang tersedia di dalam negeri dapat digunakan untuk membiayai investasi, maka S-I gap = 0. Rincian dari S-I gap yang mencapai Rp 71,9 triliun tersebut, terdiri dari: S-I gap pada rumahtangga sebesar Rp 158,3 triliun. Artinya: saving rumahtangga yang tidak dapat dimanfaatkan untuk investasi berjumlah Rp 158,3 triliun. S-I gap pada perusahaan: minus Rp 121,6 trilun. Artinya: perusahaan kekurangan dana sebesar Rp 121,6 triliun untuk membiayai investasinya. S-I gap bank sentral: Rp 16,6 triliun; dan S-I gap pemerintah: Rp 18,6 triliun. Sehubungan dengan S-I gap tersebut, perilaku masing-masing institusi adalah sebagai berikut: rumahtangga menarik tabungan (karena suku bunga tabungan kurang menarik) untuk memperbanyak deposito dan menambah simpanan dalam bentuk valuta asing (valas), untuk membeli surat-surat berharag seperti saham, obligasi. Fakta ini memberikan informasi mengapa setiap kali pemerintah mengeluarkan obilgasi seperti Obligasi Ritel Indonesia (ORI), habis terjual dan banyak dibeli oleh rumahtangga. (Catatan: sudah tentu ini gambaran sisi finansial rumahtangga secara umum. Kalau dirinci atas rumahtangga miskin dan rumahtangga kaya, sudah jelas perilaku tersebut, tidak mencerminkan perilaku rumahtangga miskin). Perusahaan: menerbitkan surat-surat berharga untuk membiayai investasinya, meminjam dana dari bank (kredit), tetapi perusahaan juga menggunakan dana sendiri untuk membiayai investasinya. Bank: ternyata kredit yang disalurkan oleh bank kepada para nasabah belum dapat dilaksanakan secara optimal (apakah hal ini disebabkan oleh karena suku bunga yang masih tinggi sehingga nasabah kurang berminat meminjam dari bank; atau karena rumahtangga atau perusahaan masih memiliki dana yang cukup sehingga tidak membutuhkan dana tambahan dari bank atau karena perusahaan merasa lebih menarik bila menggunakan instrumen finansial berupa menjual surat-surat berharga untuk membiayai investasinya?). Pemerintah: simpanan pemerintah dalam bentuk giro, deposito, dan tabungan termasuk dalam bentuk obligasi meningkat. Luar negeri: meminjamkan dana dalam bentuk investasi finansial sebesar Rp 71,9 triliun (neto); Indonesia membayar hutang ke luar negeri sebesar Rp 24,49 triliun; tabungan valas Indonesia di luar negeri meningkat Rp 53,8 triliun. Jadi, secara umum, ekonomi Indonesia di sektor ril tumbuh sekitar 5,7% pada tahun 2005 (menurut BPS). Namun, sebenarnya masih dapat ditingkatkan karena masih terdapat excess liquidity (sebesar Rp 71,9 triliun: saving-investment gap) yang sebenarnya akan meningkatkan envestasi ril yang pada gilirannya akan meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi.

Tidak ada komentar: