Selamat Datang di Berita Wilayah

'Berita Wilayah' disajikan kepada pembaca untuk memberikan informasi mengenai kondisi ekonomi-sosial wilayah-wilayah di Indonesia. Data statistik yang ditampilkan pada 'Berita Wilayah' ini dapat juga dilihat pada blog saya yang lain 'Ur Data Statistik' di http://www.beritawilayah-gofly2203.blogspot.com
Semoga informasi ini bermafaat untuk semua pembaca

Kamis, 08 September 2011

EKONOMI INDONESIA TUMBUH 7% TAHUN 2012 (?)

Pertumbuhan ekonomi Indonesia selama semester I tahun 2011 mencapai 6,5% (y-on-y); dan pada tahun 2012 diperkirakan akan mampu mencapai 6,7% (proyeksi optimis) dan memungkinkan untuk mencapai 7% (proyeksi moderat).
Pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan mampu mencapai 6,7% pada tahun 2012 karena pada semester I tahun 2011 sudah mampu mencapai 6,5%, sehingga selama tahun 2011 diperkirakan akan mampu mencapai lebih tinggi dari 6,5% dengan pertimbangan bahwa pertumbuhan ekonomi pada triwulan III tahun 2011 akan meningkat yang disebabkan karena, misalnya, kegiatan-kegiatan menghadapi lebaran; sedangkan pertumbuhan ekonomi pada triwulan IV tahun 2011 juga diperkirakan akan masih tinggi karena menghadapi kegiatan-kegiatan menyambut natal dan tahun baru. Perkiraan tersebut merupakan perkiraan yang optimis dapat dicapai.
Pertumbuhan ekonomi pada tahun 2012 mungkin akan mampu mencapai 7% (proyeksi moderat) dengan mempertimbangkan kondisi makro ekonomi Indonesia yang cenderung membaik. Namun, untuk mencapai laju pertumbuhan 7% tersebut, kiranya perlu untuk lebih meningkatkan kinerja ekonomi Indonesia khususnya kinerja sektor industri manufaktur bukan migas. Bila pada semester I tahun 2011 pertumbuhan sektor industri bukan migas tumbuh 6,2%, maka pada tahun 2012 sektor industri bukan migas harus mampu tumbuh lebih dari 7% bila secara total ekonomi Indonesia tumbuh 7%, yaitu dengan memperkuat sektor industri bukan migas yang berbasis kepada hasil-hasil pertanian, perkebunan, perikanan/kelautan. Artinya, sumberdaya alam Indonesia yang diproduksi dan dihasilkan perlu diolah lagi menjadi produk-produk industri (industrialization strategy) sehingga akan memberikan nilai tambah bagi ekonomi Indonesia sehingga akan lebih meningkatkan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia, baik berupa produk-produk ekspor Indonesia maupun produk-produk konsumsi dalam negeri. Pengembangan sektor industri manufaktur bukan migas di dalam negeri juga dimaksudkan untuk memberikan peluang penciptaan lapangan kerja dan mengurangi kemiskinan serta mengurangi kebutuhan terhadap barang-barang impor. Pengembangan industri semacam ini disarankan untuk banyak dilaksanakan di propinsi-propinsi di Indonesia bagian timur yang mempunyai potensi pengembangan komoditas-komoditas tersebut dan sekaligus mengembangkan perekonomian propinsi-propinsi di bagian timur Indonesia yang selama ini masih tertinggal jauh dibandingkan dengan propinsi-propinsi khususnya di pulau Jawa dan pulau Sumatera.
Dengan kebijakan industrialisasi komoditas-komoditas sumberdaya alam Indonesia seperti itu, maka diharapkan ekspor Indonesia mampu tumbuh paling tidak sekitar 17% pada tahun 2012 (pada semester I tahun 2011 ekspor Indonesia tumbuh 14,8%) untuk mencapai pertumbuhan ekonomi 7%.
Pengembangan sektor industri manufaktur bukan migas juga diharapkan akan dapat mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap impor; yaitu dengan menghasilkan komoditas-komoditas yang dibutuhkan oleh permintaan domestik (import substitution policy), baik yang berupa bahan-bahan konsumsi maupun yang lainnya seperti material dan barang-barang modal. Dengan demikian, pertumbuhan impor dapat direduksi menjadi kurang dari 15% (pada semester I tahun 2011 impor tumbuh 15,8%); dimana balance of trade Indonesia belakangan ini semakin lama semakin mengecil walaupun masih surplus.
Untuk dapat mencapai pertumbuhan ekonomi 7%, perlu untuk meningkatkan investasi, khususnya investasi untuk menggantikan mesin-mesin produksi yang sudah kurang produktif, dan juga menambah berbagai infrastruktur lainnya yang dibutuhkan. Pada semester I tahun 2011 investasi tumbuh 8,27%; sehingga pada tahun 2012 diharapkan agar investasi tumbuh lebih dari 10% agar mampu menunjang pertumbuhan ekonomi 7% karena investasi merupakan prime mover dari pertumbuhan. Oleh karena itu, belanja modal pemerintah perlu untuk ditingkatkan lagi karena belanja modal pemerintah merupakan leverage dari kegiatan investasi swasta.

KITA PERLU INOVASI DALAM PERTUMBUHAN EKONOMI

Ekonomi Indonesia pada triwulan II tahun 2011 tumbuh 6,49% (y-on-y); sehingga selama semester I tahun 2011 ekonomi Indonesia tumbuh 6,48% karena pada triwulan I tahun 2011 tumbuh 6,47%.
Pertumbuhan sebesar itu tentu saja menggembirakan buat kita semua masyarakat Indonesia karena pertumbuhan tersebut relatif tinggi pada saat perekonomian global diprediksi akan mengalami perlambatan.
Namun, ada beberapa catatan terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia baik yang terjadi pada triwulan II tahun 2011 maupun pada waktu-waktu sebelumnya.
Pertama, bila dilihat dari sisi sektoral, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih didorong oleh sektor non-tradables, walaupun pada triwulan I tahun 2011 sektor industri bukan migas mulai menunjukkan perannya dalam pertumbuhan ekonomi Indonesia, yaitu tumbuh 6,61%, lebih tinggi dari pada pertumbuhan ekonomi Indonesia 6,49%. Sebagai catatan: sektor industri manufaktur bukan migas selama ini selalu tumbuh lebih rendah dari pada pertumbuhan ekonomi secara total; dan baru pada triwulan II tahun 2011 pertumbuhannya bisa melampaui pertumbuhan ekonomi total.
Sejak sekitar tahun 2006-an, pertumbuhan ekonomi Indonesia didorong oleh sektor non-tradables. Pada triwulan II tahun 2011, sekitar 67% pertumbuhan ekonomi Indonesia disumbang oleh sektor non-tradables. Sedangkan sektor non-tradables utama seperti perdagangan, hotel dan restoran; pengangkutan dan transportasi; serta keuangan, real estate dan jasa perusahaan menyumbang sekitar 50% terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia (6,49%).
Kelihatannya Indonesia ‘terbawa arus’ globalisasi untuk mengembangkan ekonomi melalui sektor non-tradables. Padahal mestinya Indonesia membangun ekonomi bukan melalui sektor non-tradables. Kalau menilik kepada potensi sumberdaya ekonomi Indonesia sebenarnya Indonesia mempunyai keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif pada sektor-sektor pertanian termasuk perkebunan dan sumberdaya alam seperti mineral, minyak dan gas, perikanan dan kelautan. Sebenarnya, bila sektor-sektor ini dikelola dengan terarah, mestinya ekonomi Indonesia bisa tumbuh lebih baik karena mestinya pertumbuhan ekonomi suatu negara perlu didukung oleh sumberdaya-sumberdaya potensial sehingga mampu meningkatkan pendapatan masyarakat termasuk mampu untuk menumbuhkan lapangan kerja dan pertumbuhan sektor industri manufaktur.
Kedua, bila ditilik dari peran pulau-pulau dalam menyumbang kepada pertumbuhan ekonomi terlihat bahwa selalu pulau Jawa dan pulau Sumatera yang memberikan sumbangan terbesar. Pada triwulan II tahun 2011, pulau Jawa memberikan sumbangan sekitar 57,7% dan pulau Sumatera 23,52% kepada besar Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Pulau-pulau yang lain memberikan sumbangan sisanya.
Sumberdaya-sumberdaya ekonomi seperti perkebunan (seperti kakao), sumberdaya gas alam, perikanan dan kelautan banyak terdapat di pulau-pulau Indonesia bagian timur; dan sektor-sektor ini merupakan potensi Indonesia yang mempunyai keunaggulan komparatif dan kompetitif. Kalaulah sumberdaya-sumberdaya tersebut lebih diperhatikan dengan memberikan infrastruktur yang baik, melakukan perencanaan yang terstruktur mungkin akan menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang lebih baik buat Indonesia pada masa-masa yang akan datang.
Kalau sebelum masa reformasi kita mengenal kebijakan ekonomi export orientation dan import substitution, barangkali perlu untuk mengangkat kembali kebijakan tersebut karena walaupun ekspor Indonesia meningkat pada waktu-waktu belakangan ini namun impor Indonesia juga meningkat lebih tajam. Kebijakan export orientation ditujukan untuk menumbuhkan potensi-potensi ekonomi Indonesia seperti pertanian, perkebunan, mineral dan gas, perikanan dan kelautan sehingga ekspor tidak saja dalam bentuk raw material tetapi sudah dalam bentuk barang industri yang menghasilkan nilai tambah lebih besar. Kebijakan import substitution dimaksudkan untuk menghemat devisa yaitu dengan menghasilkan sendiri di dalam negeri kebutuhan-kebutuhan bahan material dan sebagainya yang selama ini harus selalu diimpor dari luar negeri.

Kamis, 10 Februari 2011

Pertumbuhan Ekonomi dan Penyerapan Tenagakerja Tahun 2010

Ekonomi Indonesia pada tahun 2010 tumbuh 6,1%. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), total jumlah tenagakerja yang dapat diserap bekerja di sektor-sektor ekonomi selama tahun 2010 adalah sebanyak 108.207.767 orang (kondisi Agustus 2010). Bila dibandingkan dengan tahun 2009 (kondisi Agustus 2009) jumlah tenagakerja yang bekerja adalah sebanyak 104.870.663 orang. Perbandingan ini menunjukkan kenaikan jumlah tenagakerja yang dapat diserap selama tahun 2010 adalah sebanyak 3.337.104 orang atau sekitar 3,18% dari 104.870.663 orang. Atau, setiap 1% pertumbuhan ekonomi menyerap sekitar 547.066 orang.
Namun, kondisi di atas tidak memperhatikan apakah tenagakerja yang dapat diserap bekerja penuh waktu (full employment) atau pun tidak penuh waktu (under-employment; catatan: tenagakerja yang bekerja penuh waktu atau full employment bekerja 35 jam per minggu; sedangkan yang under-employment bekerja kurang dari 35 jam per minggu). Data BPS menunjukkan bahwa jumlah tenagakerja penuh waktu (full employment) yang dapat diserap selama tahun 2010 berjumlah 74.938.429 orang (kondisi Agustus 2009). Bila dibandingkan dengan tahun 2009 (kondisi Agustus 2009), jumlah tenagakerja yang bekerja penuh waktu (full employment) adalah sebanyak 73.300.729 orang. Perbandingan ini menunjukkan kenaikan penyerapan jumlah tenagakerja full employment sebanyak 1.637.700 orang atau sekitar 2,23% dari 73.300.729 orang. Atau, setiap 1% pertumbuhan ekonomi menyerap sekitar 268.475 orang (tengakerja full employment). Perbandingan ini juga sekaligus memberikan implikasi adanya penyerapan tenagakerja yang bekerja tidak penuh waktu (under-employment)sebanyak 1.699.404 orang (yaitu: 3.337.104 orang dikurangi dengan 1.637.700 orang), atau sekitar 50,92% dari 3.337.104 orang. Jadi, selama tahun 2010, yang menghasilkan pertumbuhan ekonomi 6,1%, jumlah tenagakerja yang dapat diserap bekerja tapi under-employment adalah lebih 50% dari total tenagakerja.

Rabu, 09 Februari 2011

Pertumbuhan Ekonomi 6,1%: Siapa yang Menikmati?

Badan Pusat Statistik (BPS) telah mengumumkan bahwa ekonomi Indonesia pada tahun 2010 tumbuh 6,10% (year-on-year). Dengan pertumbuhan ekonomi tersebut, PDB Indonesia pada tahun 2010 berjumlah Rp 6.422.918,2 miliar (harga berlaku). Dengan jumlah penduduk pada tahun 2010 sebanyak 237.556.363 jiwa, maka PDB per kapita Indonesia pada tahun 2010 berjumlah Rp 27.037.491 atau setara dengan US$ 3.004,88 per tahun (US$ 1 = Rp 8.998). PDB per kapita pada tahun 2010 meningkat bila dibandingkan dengan tahun 2009 (US$ 2.349,60) dan tahun 2008 (US$ 2.245,24).
Namun, PDB per kapita tersebut tidak sepenuhnya didistribusikan kepada masyarakat karena PDB tersebut masih berupa hasil produksi yang belum dikonversi menjadi pendapatan masyarakat. Berdasarkan data lain di BPS, PDB Indonesia pada tahun 2010 yang berjumlah Rp 6.422.918,2 miliar yang merupakan produksi dari berbagai sektor ekonomi dapat dirinci menjadi upah dan gaji yang diterima oleh tenagakerja sebesar Rp 3.287.249,5 miliar (51,18%) dan berupa surplus usaha Rp 3.135.668,7 miliar (48,82%). Keterangan: menurut teori ekonomi terdapat dua faktor produksi yang membangun perekonomian, yaitu tenagakerja dan kapital/modal. Tenagakerja memperoleh upah dan gaji sebagai balas jasa dalam produksi; dan kapital/modal memperoleh surplus usaha sebagai balas jasa dalam produksi. Upah dan gaji yang sebesar Rp 3.287.249,5 miliar semuanya diterima oleh rumahtangga Indonesia. Namun, surplus usaha yang sebesar Rp 3.135.668,7 miliar tidak semuanya didistribusikan ke rumahtangga karena sebagian besar ditahan (berupa retained earnings) yang akan digunakan untuk diinvestasikan kembali (reinvestasi). Berdasarkan data dari BPS, besarnya surplus usaha yang diterima oleh rumahtangga adalah sebesar 32% dari total surplus usaha (32% dari Rp 3.135.668,7 miliar) atau setara Rp 1.003.414,0 miliar. Sehingga, PDB yang didistribusikan dan diterima oleh rumahtangga (masyarakat) Indonesia yang kemudian menjadi pendapatan rumahtangga (masyarakat) berjumlah Rp 4.290.663,51 miliar (yaitu Rp 3.287.249,5 miliar ditambah dengan Rp 1.003.414,0 miliar) atau sekitar 66,8% dari PDB Indonesia. Jadi, kalau langsung dikonversikan dari PDB per kapita yang sebesar US$ 3004,88 per tahun, yang menjadi pendapatan masyarakat adalah sebesar US$ 2007,26 atau Rp 18.061.044 per tahun.
Pendapatan per kapita yang sebesar US$ 2007,26 per tahun itu pun merupakan rata-rata pendapatan karena besaran tersebut merupakan hasil bagi total pendapatan dengan total penduduk Indonesia, belum mencerminkan bahwa semua masyarakat Indonesia menikmati secara merata dari hasil pertumbuhan ekonomi.
Sebenarnya, bagaimana pendapatan tersebut didistribusikan kepada masyarakat? Berdasarkan informasi lain dari BPS, pertumbuhan ekonomi diterima oleh masyarakat berbeda-beda tergantung kepada kepemilikan dua faktor produksi (yaitu tenagakerja dan kapital/modal). Masyarakat yang memiliki lebih banyak faktor produksi akan menerima hasil (returns) yang lebih besar; dan sebaliknya. Berdasarkan data BPS, masayarakat golongan atas di kota dan di desa menerima lebih banyak dari pertumbuhan ekonomi dibandingkan dengan masyarakat golongan lainnya. Hal ini ditunjukkan oleh laju pertumbuhan pendapatan rumahtangga golongan atas di kota dan di desa yang lebih tinggi dibandingkan dengan laju pertumbuhan ekonomi (pendapatan masyarakat golongan atas di kota meningkat 7%), sedangkan golongan-golongan rumahtangga yang lain lebih rendah dari pertumbuhan ekonomi (misalnya: pendapatan buruh tani hanya meningkat 3%). Dengan perkataan lain: golongan rumahtangga golongan atas di kota dan di desa menerima lebih banyak dampak positif dari pertumbuhan ekonomi dibandingkan dengan golongan-golongan rumahtangga yang lain dan menyebabkan distribusi pendapatan semakin melebar (tidak merata). Banyaknya penduduk yang termasuk golongan atas di kota dan di desa adalah sekitar 15% - 20% dari total penduduk. Dengan gambaran ini, distribusi pendapatan masyarakat cenderung semakin tidak merata; dan berdasarkan dari data lain di BPS, hal tersebut didukung oleh informasi coefficient of variation pendapatan masyarakat yang cenderung membesar, yaitu: tahun 2000 (0,479); tahun 2005 (0,510); tahun 2008 (0,574). Catatan: lihat data tambahan mengenai pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2010 pada tulisan saya 'Informasi Mengenai Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tahun 2010' di website 'Ur Data Statistik' http://beritawilayah-gofly2203.blogspot.com/

Jumat, 07 Januari 2011

Pertumbuhan Ekonomi: Siapa yang Menikmati?

Sebagai warga negara Indonesia sudah tentu kita merasa bergembira kalau pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2010 nanti akan mencapai lebih dari 6 persen (year-on-year, y-on-y). Namun, kalau kita perhatikan pada data Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia, ternyata salah satu komponen permintaan yang mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia adalah pengeluaran konsumsi rumahtangga. Pada triwulan II/2010 pengeluaran konsumsi rumahtangga tumbuh 5 persen y-on-y. Dengan pertumbuhan 5 persen tersebut dan kontribusi pengeluaran konsumsi rumahtangga terhadap PDB sekitar 56,51 persen, maka pengeluaran konsumsi rumahtangga menyumbang sekitar 46 persen terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia 6,2 persen pada triwulan II/2010.
Dalam nilai nominal, pengeluaran konsumsi rumahtangga Indonesia pada triwulan II/2010 berjumlah Rp 891,1 triliun. Pada tahun 2010, jumlah penduduk Indonesia diperkirakan lebih dari 230 juta jiwa (tepatnya 234.181,3 ribu jiwa menurut Laporan Bulanan Data Sosial Ekonomi BPS, Juni 2010). Jumlah inilah yang membangun pengeluaran konsumsi rumahtangga yang sebesar Rp 891,1 triliun untuk memenuhi semua kebutuhan konsumsi rumahtangga, baik untuk memenuhi kebutuhan pangan maupun untuk bukan pangan, yang dikeluarkan oleh rumahtangga dan semua anggota rumahtangga Indonesia alias oleh seluruh penduduk Indonesia, selama triwulan II/2010.
Jumlah penduduk Indonesia yang banyak tersebut secara jelas memberikan sumbangan yang signifikan dalam mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia. Sekitar 46 persen dari pertumbuhan 6,2 persen y-on-y pada triwulan II/2010 berasal dari pertumbuhan pengeluaran konsumsi rumahtangga. Dengan jumlah yang lebih dari 230 juta jiwa, penduduk Indonesia telah menciptakan domestic demand (permintaan di dalam negeri) untuk memenuhi kebutuhan pangan dan bukan pangan yang kemudian menyebabkan tumbuhnya sektor-sektor ekonomi di dalam negeri, misalnya sektor pertanain yang menyediakan beras, sektor industri yang menyediakan pakaian jadi, sektor perdagangan yang menjembatani terjadinya jual-beli antara penjual dan pembeli, dan sebagainya, dimana berbagai sektor ekonomi tersebut saling berinteraksi satu dengan yang lain sehingga secara kumulatif menghasilkan pertumbuhan ekonomi 6,2 persen y-on-y. Dengan demikian, bila jumlah penduduk besar, maka pengeluaran konsumsi rumahtangga juga akan besar; dan sebaliknya.
Namun, bila kita hitung rata-rata pengeluaran konsumsi rumahtangga tersebut, kita peroleh bilangan sekitar Rp 42 ribuan (Rp 891,1 triliun dibagi dengan 234,2 juta jiwa dan kemudian dibagi lagi dengan 90 hari) yang berarti bahwa secara rata-rata pengeluaran konsumsi penduduk Indonesia berjumlah sekitar Rp 42 ribuan per kapita per hari. (Pada triwulan I/2010 rata-rata pengeluaran konsumsi rumahtangga Indonesia berjumlah Rp 41 ribuan per kapita per hari, berdasarkan data PDB yang dirilis BPS pada triwulan I/2010).
Di luar peranan ekspor dan investasi yang mempunyai tendensi yang membaik selama triwulan II/2010 karena masing-masing tumbuh 15 persen dan 8 persen y-on-y, pertumbuhan konsumsi rumahtangga sebesar 5 persen y-on-y terutama disebabkan oleh jumlah penduduk yang besar karena secara rata-rata penduduk Indonesia mengeluarkan sekitar Rp 42 ribuan per kapita per hari untuk belanja pangan dan bukan pangan mereka. Rata-rata pengeluaran sebesar tersebut sudah tentu sangat minim atau hanya pas-pas-an dalam memenuhi kebutuhan hidup penduduk yang belakangan ini cenderung meningkat. Jangan ditanya mengenai berapa besar tabungan yang bisa dilakukan, untuk makan dan biaya-biaya hidup yang lain saja sudah sangat mepet.
Kalkulasi ini mengasumsikan tidak ada kesenjangan pengeluaran di Indonesia sehingga semua pengeluaran konsumsi rumahtangga dibagi habis dengan seluruh jumlah penduduk. Padahal kesenjangan pengeluaran di Indonesia merupakan fenomena yang terjadi saat ini. Buat beberapa kelompok masyarakat atau penduduk high income class pengeluaran konsumsi per kapita per hari mereka sangat-sangat-sangat jauh diatas Rp 42 ribuan; dan pada sisi yang lain ada sebagian masyarakat atau penduduk lower income group yang pengeluaran konsumsi per kapita per hari mereka yang sangat-sangat-sangat rendah dibawah Rp 42 ribuan.
Dari kalkulasi dan tulisan ini dapat dipahami bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia sudah ok, namun tujuan utama pembangunan ekonomi yaitu untuk membuat masyarakat sejahtera masih membutuhkan perhatian kita. Pertumbuhan ekonomi 6,2 persen tidak boleh melupakan tujuan utama pembangunan; pertumbuhan ekonomi itu untuk siapa?

Selasa, 04 Januari 2011

Bagaimana Memajukan Ekonomi Indonesia?

Berdasarkan data statistik yang tersedia di Badan Pusat Statistik (BPS) ternyata pada tahun 2009 ekonomi Indonesia dibangun oleh sekitar 52,9 jutaan unit usaha (enterprises)dengan rincian sebagai berikut: unit usaha mikro (sekitar 52,2 juta unit usaha atau sekitar 98,6% dari 52,9 jutaan unit usaha), unit usaha kecil (546675 unit usaha atau sekitar 1% dari 52,9 jutaan unit usaha), unit usaha menengah (41133 unit usaha atau sekitar 0,1% dari 52,9 jutaan unit usaha), unit usaha besar (4677 unit usaha atau sekitar 0,0% dari 52,9 jutaan unit usaha), dan unit usaha milik pemerintah (168034 unit usaha atau sekitar 0,3% dari 52,9 jutaan unit usaha); sehingga, secara keseluruhan terdapat sekitar 52,9 jutaan unit usaha yang membangun ekonomi Indonesia pada tahun 2009.
Secara total, Produk Domestik Bruto (PDB) yang mampu dibangun oleh 52,9 jutaan unit usaha tersebut pada tahun 2009 berjumlah Rp 5613,4 triliun, dengan peran masing-masing unit usaha terhadap total PDB adalah sebagai berikut: unit usaha mikro (31,20%), unit usaha kecil (9,40%), unit usaha menengah (12,71%), unit usaha besar (41,0%), dan unit usaha milik pemerintah (5,68%).
Dibandingkan dengan tahun 2008, ekonomi Indonesia pada tahun 2009 tumbuh 4,55%, dan laju pertumbuhan masing-masing unit usaha adalah sebagai berikut: unit usaha mikro (4,08%), unit usaha kecil (3,84%), unit usaha menengah (4,73%), unit usaha besar (4,97%), dan unit usaha milik pemerintah (5,10%). Kalau dihitung secara tertimbang, maka weighted growth pada tahun 2009 (yang berjumlah 4,55%) dari masing-masing unit usaha adalah sebagai berikut: unit usaha mikro (1,27%), unit usaha kecil (0,36%), unit usaha menengah (0,60%), unit usaha besar (2,04%), dan unit usaha milik pemerintah (0,29%); atau dengan perkataan lain: laju pertumbuhan 4,55% pada tahun 2009 ternyata disumbang oleh unit usaha mikro (27,9%), unit usaha kecil (7,9%), unit usaha menengah (13,2%), unit usaha besar (44,7%), dan unit usaha milik pemerintah (6,4%).
Kemampuan masing-masing unit usaha dalam menghasilkan nilai tambah pada tahun 2009 adalah sebagai berikut: unit usaha mikro (Rp 33,57 juta per unit per tahun), unit usaha kecil (Rp 966,29 juta per unit per tahun), unit usaha menengah (Rp 17340,41 juta per unit per tahun), unit usaha besar (Rp 492133,67 juta per unit per tahun), dan unit usaha milik pemerintah (Rp 1895,93 juta per unit per tahun).
Sedangkan dari sisi penyerapan tenagakerja pada tahun 2009 oleh masing-masing unit usaha adalah sebagai berikut: unit usaha mikro (86,1%), unit usaha kecil (3,4%), unit usaha menengah (2,6%), unit usaha besar (2,6%), dan unit usaha milik pemerintah (5,4%).
Kesimpulan dari data-data ini adalah: ekonomi Indonesia pada tahun 2009 at the second best ternyata dibangun oleh unit-unit usaha mikro karena memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia sekitar 27,9%. Disamping itu, jumlah unit usaha mikro merupakan yang terbanyak di Indonesia, yaitu sekitar 52,2 jutaan unit usaha. Unit usaha mikro ini gampang muncul sewaktu-waktu karena tidak membutuhkan modal terlalu besar, dan juga unit usaha mikro ini merupakan tumpuan tenagakerja Indonesia sebagai tempat bekerja karena unit usaha ini tidak terlalu membutuhkan tenagakerja dengan keahlian yang tinggi, namun unit usaha mikro seperti ini menghasilkan nilai tambah yang rendah dalam pembentukan PDB Indonesia.
Dengan data seperti ini, pertanyaannya adalah: bagaimana Indonesia mampu menumbuhkan perekonomian Indonesia dengan mengandalkan unit usaha mikro yang mendominasi unit-unit usaha di Indonesia? Diperlukan terobosan untuk menuju kesana.
(Data statistik mengenai berita ini tersedia di blog saya: Ur Data Statistik pada http://beritawilayah-gofly2203.blogspot.com)